selamat datang

SELAMAT DATANG DI WEB-BLOG LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS IIA METRO Jl.Jend. Ahmad Yani no.213 Kota Metro-Lampung Kode Pos 34111 phone 0725-41709 faximile 0725-41709 email: lapas_metro@yahoo.co.id website: http://lapasmetrolampung.com

Senin, 26 Desember 2011

ORGANISASI DAN TATA KERJA / ORTA KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM RI

PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAM R.I
NOMOR M.HH-05.OT.01.01 TAHUN 2010
TANGGAL 30 DESEMBER 2010
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA
TENTANG
ORGANISASI DAN TATA KERJA
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM REPUBLIK INDONESIA
ORTA MENKUMHAM [klik disini untuk download] lengkap 289 halaman

Rabu, 05 Oktober 2011

kode etik pegawai lembaga pemasyarakatan Permen no. M.HH.16.KP.05.02 tahun 2011


KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR M HH 16 KP 05 02 TAHUN 2011
TENTANG
KODE ETIK PEGAWAI PEMASYARAKATAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

Menimbang :   a.bahwa keberhasilan pegawai pemasyarakatan dalam melaksanakan tugas pelayanan, pembinaan, dan pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan, pengelolaan benda sitaan dan barang rampasan serta dalam pergaulan hidup sehari-hari, salah satunya ditentukan oleh integritas moral dan keteladanan sikap, dan tingkah laku pegawai pemasyarakatan;
                        b.bahwa untuk menjaga integritas moral dan keteladanan sikap, dan tingkah laku pegawai pemasyarakatan sebagaimana dimaksud dalam huruf a serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 13 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil, perlu menetapkan Peraturan Menteri Hukum dan hak Asasi Manusia tentang Kode Etik Pegawai Pemasyarakatan;

Mengingat :     1.Undang-undang nomor 8 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3041) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 169, tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3690);
                        2.Undang-Undang nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 77, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3614);
                        3.Undang-Undang nomor 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, tambahan Lembaran Negara republik Indonesia Nomor 4916);
                        4.Peraturan Pemerintah nomor 42 tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 142,(Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4450);
                        5.Peraturan Pemerintah nomor 53 tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5135);
                        6. Peraturan Presiden nomor 47 tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara;
                        7. Peraturan Presiden nomor 24 tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 24 tahun 2010 tentang kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi eselon I Kementerian Negara;
            8.Peraturan Menteri hukum dan Hak Asasi manusia Nomor M.HH.05.OT.01.01 tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (Berita Negara republik Indoneisa Tahun 2010 Nomor 676);

MEMUTUSKAN
Menetapkan : PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
TENTANG KODE ETIK PEGAWAI PEMASYARAKATAN
 (diketik ulang oleh lapas klas II A Metro-Lampung http://lapasmetro.blogspot.com disalin dari web menkumham RI)
BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam peraturan menteri ini yang dimaksud dengan :
  1. Kode Etik Pegawai Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut Kode Etik adalah pedoman sikap, tingkah laku atau perbuatan pegawai pemasyarakatan dalam pergaulan hidup sehari-hari guna melaksanakan tugas dan fungsi pelayanan, pembinaan, dan pembimbingan terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan serta Pengelolaan benda sitaan  dan barang rampasan.
  2. Pegawai Pemasyarakatan adalah Pegawai negeri Sipil di lingkungan kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia yang menjalankan tugas dan fungsi di bidang pemasyarakatan.
  3. Majelis Kode Etik Pegawai Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut majelis Kode Etik adalah lembaga non struktural yang bertugas melakukan penegakan pelaksanaan dan menyelesaikan pelanggaran Kode Etik yang dilakukan oleh Pegawai Pemasyarakatan.

BAB II
PRINSIP DASAR

Pasal 2
Prinsip dasar dalam menjalankan tugas Pemasyarakatan meliputi :
  1. bertaqwa kepada Tuhan Yang maha Esa
  2. setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945
  3. menjunjung tinggi hukum dan hak asasi manusia
  4. menghormati harkat dan martabat manusia
  5. memiliki rasa kemanusiaan kebenaran dan keadilan
  6. kejujuran dalam sikap, ucapan dan tindakan
  7. keikhlasan dalam berkarya dan
  8. berintegrasi dalam setiap aktifitas.

Pasal III
ETIKA PEGAWAI PEMASYARAKATAN

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 4
(1)   Setiap Pegawai Pemasyarakatan dalam melaksanakan tugas kedinasan dan pergaulan hidup sehari-hari wajib bersikap dan berpedoman pada etika dalam :
a.       berorganisasi;
b.      melakukan pelayanan terhadap masyarakat;
c.       melakukan pelayanan, pembinaan, dan pembimbingan terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan;
d.      melakukan pengelolaan terhadap benda sitaan dan barang rampasan;
e.       melakukan hubungan dengan aparat hukum lainnya; dan
f.       kehidupan bermasyarakat,
sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini.
(2)   Setiap Pegawai Pemasyarakatan wajib mematuhi, mentaati, dan melaksanakan etika sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

Bagian Kedua
Etika dalam Berorganisasi

Etika Pegawai Pemasyarakatan dalam berorganisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a, sebagai berikut :
  1. menjalin hubungan kerja yang baik dengan semua rekan kerja baik bawahan maupun atasan, meliputi :
1.              Menghormati hak orang lain untuk dapat bekerja dalam suasana yang tenang, aman dan kondusif;
2.              tidak memberikan penilaian secara subyektif dan tanpa kewenangan atas tindakan atau pekerjaan orang lain;
3.              Menjauhkan diri dari segala bentuk tindakan atau ucapan yang dapat menyinggung perasaan dan harga diri orang lain;
4.              bertindak secara proporsional sesuai dengan tugas dan tanggung jawab yang diembannya;
5.              menunjukkan rasa hormat ketika berkomunikasi;
6.              memberikan saran, masukan dan pertimbangan kepada atasan secara proporsional sesuai dengan tugas dan tanggungjawab yang diembannya untuk kepentingan organisasi; dan
7.              memiliki rasa setiakawan dan tenggang rasa.
  1. melaksanakan tugas secara profesional dan bertanggungjawab, meliputi :
1.              berani mengambil keputusan sesuai dengan kewenangannya;
2.              pengambilan keputusan harus didasarkan pada rasa keadilan dan kepastian hukum;
3.              mengkomunikasikan setiap tindakan dan keputusan kepada pimpinan secara berjenjang dengan jelas dan tepat;
4.              mengutamakan musyawarah mufakat dalam menyelesaikan permasalahan;
5.              tidak menyembunyikan kebenaran; dan
6.              tidak melakukan penyalahgunaan terhadap dokumen.
  1. taat dan disiplin pada aturan organisasi, yang meliputi;
1.              tidak melakukan perbuatan melanggar hukum seperti berjudi, mengkonsumsi narkoba dan minuman beralkohol, dan tidak melakukan perbuatan tercela yang dapat menurunkan harkat dan martabat Pegawai Pemasyarakatan.
2.              mengenakan pakaian dinas/seragam secara pantas sesuai denganketentuan ketentuan yang telah ditetapkan;
3.              menjaga penampilandiri secara pantas sebagai wujud penghormatan terhadap profesi;
4.              selalu bekerja dalam waktu yang telah ditetapkan;
5.              mematuhi perintah atasan dalam batas kepentingan organisasi dan sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan;
6.              tidak menyalahgunakan jabatan untuk kepentingan diri sendiri, keluarga, kerabat, teman atau rekan;
7.              tidak membuat keputusan untuk kepentingan diri sendiri, keluarga, kerabat, teman atau rekan;
8.              berani memberikan informasi kepada atasan terkait dengan segala sesuatu yang dapat merugikan/menggnggu kepentingan organisasi;
9.              tidak melempar tanggungjawab atas tugas yang menjadi tanggungjawabnya; dan
10.          tidak menyalahgunakan kewenangan, fasilitas dinas, atribut, dan/atau tanda pengenal lainnya.

BAGIAN KETIGA
Etika dalam Melakukan Pelayanan Terhadap Mayarakat
(diketik ulang oleh lapas klas II A Metro-Lampung http://lapasmetro.blogspot.com disalin dari web menkumham RI)
Pasal 6
Etika Pegawai Pemasyarakatandalam melakukan pelayanan terhadap masyarakat sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (1) huruf b, sebagai berikut :
  1. mengutamakan kepentingan masyarakat di atas kepentingan pribadi atau golongan, meliputi :
    1. memberikan pelayanan yang responsif dengan menggunakan standar yang terbaik;
    2. tidak mencari keuntungan pribadi dengan mengorbankan kepentingan masyarakat;
    3. memberikan pelayanan secara tepat waktu dan taat aturan; dan
    4. memberikan informasi yang dibutuhkan masyarakat secara benar.
  2. terbuka terhadap setiap bentuk partisipasi, dukungan, dan pengawasan masyarakat, emliputi :
    1. terbuka untuk menerima setiap saran, kritik, dan masukan tanpa mempunyai prasangka negatif;
    2. membangun jejaring kerja sama dengan segenap unsur masyarakat untuk kepentingan pelaksanaan tugas; dan
    3. menghargai setiap bentuk partisipasi masyarakat.


  1. tegas, adil, dan sopan dalam berinteraksi dengan masyarakat, meliputi :
    1. mengambil tindakan secara cepat dan tepat untuk kepentingan masyarakat;
    2. memberikan pelayanan dengan senyum dan ramah serta menghindarkan diri dari kesombongan;
    3. memberikan perlakuan yang tidak diskriminatif; dan
    4. menolak segala hadiah dalam bentuk apapun yang dapat mempengaruhi pelaksanaan tugas.

Bagian Keempat
Etika dalam Melakukan Pelayanan, Pembinaan, dan
Pembimbingan Terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan

Pasal 7
Etika Pegawai Pemasyarakatan dalam melakukan pelayanan, pembinaan, dan pembimbingan terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c,sebagai berikut :
  1. menghormati harkat dan martabat Warga Binaan Pemasyarakatan, meliputi :
1.      menghormati hak Warga Binaan Pemasyarakatan;
2.      menjauhkan diri dari segala bentuk tindak kekerasan dan pelecehan;
3.      menghormati dan menjaga kerahasiaan Warga Binaan Pemasyarakatan;dan
4.      selalu ramah dan sopan dalam berinteraksi dengan Warga Binaan Pemasyarakatan.
  1. mengayomi Warga Binaan Pemasyarakatan, meliputi :
    1. membgerikan rasa aman dan tentram terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan;
    2. menindaklanjuti setiap saran, keluhan, atau pengaduan yang disampaikan Warga Binaan Pemasyarakatan secara tepat dan cepat;
    3. tidak diskriminatif terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan atas dasar suku, agama, ras atau lainnya yang dapat menimbulkan situasi yang tidak kondusif; dan
    4. memenuhi hak Warga Binaan Pemasyarakatan tanpa mengharapkan balasan/pamrih.
  2. tanggap dalam bertindak, tangguh dalam bekerja dan tanggon dalam berkepribadian, meliputi :
    1. teliti, cermat, dan cepat dalam menilai situasi;
    2. mampu mengambil tindakan secara tegas terhadap setiap bentuk perilaku yang melanggar tata tertib/aturan;
    3. tidak melakukan hal yang bertentangan dengan moral dan hukum;
    4. menguasai keahlian dalam melaksanakan tugas;
    5. kesanggupan untuk menegakkan keadilan dan kejujuran; dan
    6. menjaga kewaspadaan dan kehati-hatian.
  3. bijaksana dalam bersikap, meliputi :
    1. menggunakan akal budi, pengalaman, dan pengetahuan secara cermat dan teliti apabila menghadapi kesulitan, tantangan dan hambatan dalam pelaksanaan tugas;
    2. memberikan perhatian khusus terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan yang mempunyai kebutuhan khusus, seperti anak-anak, wanita, lanjut usia, atau penderita penyakit permanen;
    3. mempunyai keinginan untuk mengembangkan kapasitas diri untuk menukung pelaksanaan tugas;
    4. mempunyai kemampuan mengendalikan perkataan, sikap, dan perbuatan sehingga menumbuhkan sikap hormat Warga Binaan Pemasyarakatan; dan
    5. mampu menempatkan dirinya secara tepat di hadapan Warga Binaan Pemasyarakatan baik sebagai petugas, teman, saudara, maupun orangtua tanpa kehilangan kewibawaan.

Bagian Kelima
Etika dalam Melakukan Pengelolaan Terhadap Benda Sitaan
dan Barang Rampasan

Pasal 8
Etika Pegawai Pemasyarakatan dalam melakukan Pengelolaan terhadap benda sitaan dan barang rampasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (1) huruf d, sebagai berikut :
a.       teliti dan cermat dalam menilai barang sitaan dan barang rampasan;
b.      mampu mengambil tindakan secara tegas terhadap setiap bentuk ancaman;
c.       mampu menilai kondisi yang dapat menimbulkan rusaknya benda sitaan dan barang rampasan;
d.      tidak tergoda untuk melakukan hal yang bertentangan dengan norma moral dan hukum;
e.       menguasai keahlian dalam melaksanakan tugas;
f.       menjaga kewaspadaan dan kehati-hatian; dan
g.      tidak memanfaatkan benda sitaan dan barang rampasan tanpa hak untuk kepentingan pribadi.

Bagian Keenam
Etika dalam melakukan Hubungan dengan Aparat Penegak
Hukum Lainnya
(diketik ulang oleh lapas klas II A Metro-Lampung http://lapasmetro.blogspot.com disalin dari web menkumham RI)
Pasal 9
Etika Pegawa Pemasyarakatan dalam melakukan hubungan dengan aparat penegak hukum lainnya sebagaimana diaksud dalam pasal 4 ayat (1) huruf e, sebagai berikut :
a.       menghormati dan menghargai kesetaraan profesi, meliputi :
1.      mampu menjalin kerjasama secara bertanggungjawab;
2.      memberikan pelayanan yang baik sesuai dengan standar prosedur pelayanan yang telah ditetapkan; dan
3.      memelihara dan memupuk kerjasama yang baik tanpa merusak tanggungjawab.
b.      menjaga kehormatan dan kewibawaan profesi yang meliputi :
1.      selalu bersikap ramah dan sopan namun tetap tegas dalam menegakkan aturan; dan
2.      tidak mengeluarkan ucapan atau melakukan tindakan yang dapat merendahkan diri sendiri ataupun profesi.

Bagian Ketujuh
Etika dalam Kehidupan Bermasyarakat

Pasal 10
Etika Pegawai Pemasyarkatan dalam kehidupan bermasyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf f, sebagai berikut :
a.       tidak menjadi anggota atau pengurus partai politik;
b.      tidak menjadi anggota atau pengurus organisasi sosial kemasyarakatan/keagamaan yang dilarang oleh peraturan perundang-undangan;
c.       tidak menjadi penagih utang atau menjadi pelindung orang yang punya utang;
d.      tidak menjadi perantara atau makelar perkara dan pelindung perjudian, prostitusi, dan tempat hiburan yang dapat mencemarkan nama baik korps;
e.       tidak melakukan perselingkuhan, perzinahan, dan/atau mempunyai istri/suami lebih dari satu orang tanpa izin;
f.       tidak menjadi wakil kepentingan orang atau kelompok atau politik tertentu yang mempengaruhi pelaksanaan tugas dan fungsi ; dan
g.      tidak memasuki tempat yang dapat mencemarkan atau menurunkan harkat dan martabat Pegawai Pemasyarakatan, kecuali atas perintah jabatan.

BAB IV
MAJELIS KODE ETIK

Pasal 11
(1)   Untuk menegakkan Kode Etik dibentuk Majelis Kode Etik
(2)   Majelis Kode Etik sebagaimana dimaksud ayat (1) bersifat ad hoc.
(3)   Majelis Kode Etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas :
a.       Majelis Kode Etik Pusat; dan
b.      Majelis Kode Etik Wilayah.
(4)   Majelis Kode Etik Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.
(5)   Majelis Kode Etik Wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b diangkat dan diberhentikan oleh Direktur Jenderal Pemasyarakatan.

Pasal 12
(1)   Susunan kenaggotaan Majelis Kode Etik Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) huruf a, terdiri atas :
a.       1(satu) orang ketua merangkap anggota;
b.      1(satu) orang sekretaris merangkap anggota; dan
c.       3(tiga orang anggota.

(2)   Keanggotaan Majelis Kode Etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari unsur :
a.       Direktorat Jenderal Pemasyaraktan sebanyak 4 (empat) orang anggota dan ditunjuk sebagai ketua dan sekretaris; dan
b.      Inspektorat Jenderal yang membidangi pemasyarakatan sebanyak 1 (satu) orang anggota.

Pasal 13
(1)   Susunan keanggotaan Majelis Kode Etik Wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) huruf b, terdiri atas :
a.       1(satu orang ketua merangkap anggota;
b.      1(satu) orang sekretaris merangkap anggota; dan
c.       1(satu) orang anggota.
(2)   Keanggotaan Majelis Kode Etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari unsur :
a.       Divisi Pemasyarakatan sebanyak dua(dua) orang anggota, sebagai ketua dan sekretaris; dan
b.      Direktorat Jenderal Pemasyarakatan sebanyak a (satu) orang anggota.

Pasal 14
(1)   Majelis Kode Etik Pusat bertugas memeriksa dan mengambil keputusan terhadap Pegawai Pemasyarakatan di lingkungan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan yang diduga melanggar Kode Etik setelah mempertimbangkan saksi, alat bukti lainnya, keterangan yang bersangkutan, dalam sidang majelis Kode Etik.
(2)   Majelis Kode Etik Wilayah bertugas memeriksa dam mengambil putusan terhadap Pegawai Pemasyarakatan di daerah yang diduga melanggar Kode Etik setelah mempertimbangkan saksi, alat bukti lainnya, dan keterangan yang bersangkutan, dalam sidang Majelis Kode Etik.

Pasal 15
(1)   Majelis Kode Etik Pusat sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 ayat (1) berwenang melakukan pemeriksaan terhadap :
a.       Pegawai Pemasyarakatan di lingkungan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan; dan
b.      Pejabat setingkat Eselon II di Wilayah.
(2)   Majelis Kode Etik Wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) berwenang melakukan pemeriksaan terhadap Pegawai Pemasyarakatan yang berada di wilayah.

Pasal 16
(1)   Pendanaan yang diperlukan untuk kegiatan Majelis Kode Etik Pusat dibebankan pada anggaran Direktorat Jenderal Pemasyarakatan.
(2)   Pendanaan yang diperlukan untuk kegiatan Majelis Kode etik Wilayah dibebankan pada anggaran Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

BAB V
PEMERIKSAAN DAN SIDANG KODE ETIK
(diketik ulang oleh lapas klas II A Metro-Lampung http://lapasmetro.blogspot.com disalin dari web menkumham RI)
Bagian Kesatu
Pemeriksaan

Pasal 17
(1)   Pemeriksaan terhadap Pegawai Pemasyarakatan yang diduga melakukan pelanggaran Kode Etik didasarkan pada pengaduan, laporan, atau temuan.
(2)   Pada tingkat pusat, pemeriksaan terhadap Pegawai Pemasyarakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (a) dilakukan oleh Sub Direktorat yang menanganai bidang kode etik profesi.
(3)   Pada tingkat wilayah, pemeriksaan terhadap Pegawai Pemasyarakatan sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan oleh bidang yang menangani keamanan.
(4)   Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mengumpulkan alat bukti berupa surat keterangan.
(5)   Terhadap pemeriksaan sebagaimkana dimaksud pada ayat (4) dibuatkan berita acara yang dibubuhi tanda tangan dari terperiksa dan pemeriksa.

Pasal 18
Pemeriksaan terhadap pengaduan, laporan, atau temuan pelanggaran Kode etik dilakukan dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari sejak pengaduan, laporan, atau temuan diterima dan dapat diperpanjang dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari.


Pasal 19
Hasil pemeriksaan yang terdiri atas lembar analisa pemeriksaan, berita acara pemeriksaan, dan lampiran alat bukti berupa surat diserahkan kepada Majelis Kode Etik.

Bagian Kedua
Sidang Kode Etik

Pasal 20
Majelis Kode Etik menyelenggarakan sidang dengan prinsip cepat, sederhana, dan murah.

Pasal 21
Majelis Kode Etik wajib menentukan jadwal sidang dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak pembentukan majelis Kode Etik ditetapkan.

Pasal 22
Majelis Kode Etik harus menyelesaikan sidang dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja.

Pasal 23
(1)   Majelis Kode Etik mengambil keputusan setelah memeriksa Pegawai Pemasyarakatan yagn diduga melakukan pelanggaran Kode Etik.
(2)   Majelis Kode Etik mengambil keputusan setelah Pegawai Pemasyarakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberi kesempatan membela diri.
(3)    Keputusan Majelis Kode Etik diambil secara musyawarah mufakat.
(4)   Dalam hal musyawarah mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak tercapai, keputusan diambil berdasarkan suara tebanyak.
(5)   Keputusan Majelis Kode Etik bersifat final.

Pasa  24
Majelis Kode etik wajib menyampaikan hasil keputusan sidang kepada Pejabat  Pembina Kepegawaian secara berjenjang sebagai rekomendasi dalam memberikan sanksi moral danatau sanksi administratif kepada Pegawai Pemasyarakatan yang diduga melakukan pelanggaran Kode Etik.

BAB VI
SANKSI

Pasal 25
(1)   Pegawai Pemasyarakatan yang melakukan pelanggaran Kode Etik dikenakan sanksi moral,
(2)   Sanksi moral sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat secara tertulis dan dinyatakan oleh pejabat Pembina Kepegawaian,
(3)   Sanksi moral sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa :
a.       pernyataan secara tertutup; atau
b.      pernyataan secara terbuka,
(4) Dalam hal Pegawai Pemasyarakatan dikenai sanksi moral sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus disebutkan Kode Etik yang dilanggar oleh Pegawai Pemasyarakatan tersebut,
(5) Pejabat Pembina Kepegawaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat mendelegasikan wewenang kepada pejabat lain dilingkungannya sampai dengan pangkat paling rendah pejabat struktural eselon IV sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-endangan.

Pasal 26
Pegawai Pemasyarakatan yang melakukan pelanggaran Kode Etik selain dikenakan sanksi moral sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (3), dapat dikenakan tindakan administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB VII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 27
Peraturan Menteri ini berlaku juga bagi Petugas Pemasyarakatan berdasarkan Undang-undang Nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.

Pasal 28
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia
Ditetapkan di Jakarta
Pada Tanggal 30 September 2011-10-06
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA



PATRIALIS AKBAR

Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 30 September 2011

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA



PATRIALIS AKBAR


BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR 605
(diketik ulang oleh lapas klas II A Metro-Lampung http://lapasmetro.blogspot.com disalin dari web menkumham RI)





Selasa, 16 Agustus 2011

LOGO BARU MENKUMHAM

 
(silahkan di copy)
Ini adalah logo baru Kementrian Hukum dan Ham RI
Logo baru diberi nama "BANGKUMHAMNAS", logo ini memberikan makna bahwa pembangunan Hukum dan HAM Nasional terus tumbuh dalam rangka menuju negara kesejahteraan (welfare state) yang mengayomi dan melindungi seluruh rakyat dan tanah air.
 BANGKUMHAMNAS juga bermakna kepastian hukum, perlindungan HAM dan keadilan untuk segenap rakyat Indonesia (Justice for All) dalam pengertian secara filosofis bersandar pada adagium "The Greatest Happpiness for the Greatest Number".
BANGKUMHAMNAS juga bermakna tujuan hukum yang paling mendasar yaitu untuk tercapainya keadilan, kebenaran, keamanan dan ketertiban. Kombinasi kedua variabel ini (keadilan dan ketertiban) adalah pilar utama negara hukum karena tidak mungkin tercipta keadilan dalam ketidak tertiban.

Landasan Filosofi dan Makna :
Transformasi visual : Stilasi
Pemaknaan :
- Lima bentuk setengah lingkaran (Pancasila)
- Kehidupan dan kebijaksanaan nilai transenden yang membumi . (pertumbuhan ke atas=transenden dan akar, horizontal=material).
- Pilar kiri melambangkan demokrasi
- Pilar tengah melambangkan negara hukum, keadilan dan ketertiban
- Pilar kanan melambangkan HAM
- Pilar pilar tersebut menopang Pancasila sebagai landasan falsafah negara
- Warna biru tua = warna dasar yang melambangkan kepercayaan, keamanan, keteraturan, kedalaman makna jati diri bangsa, percaya diri, ketertiban, kewibawaan, dan inovasi teknologi (wawasan cakrawala yang luas).
- Warna emas pada logo melambangkan keagungan, keluhuran dan kewibawaan.